Inflasi di Indonesia dapat berdampak positif dan dampak
negatif terhadap perekonomian masyarakat, tergantung tinggi rendahnya tingkat
inflasi. Jika inflasi itu ringan, justru dapat berdampak positif bagi kegiatan
ekonomi masyarakat. Dampak positif inflasi yang rendah dapat
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat minat orang untuk menabung lebih
tinggi.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri, karyawan perusahaan swasta, serta buruh semakin bergairah dalam bekerja dan melakukan investasi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Inflasi yang stabil membuat perencaan keuangan masyarakat lebih baik, daya beli menjangkau, kebutuhan hidup terpenuhi, investasi lancar karena penanaman modal tidak bersifat spekulatif, kredit tidak macet. Jika dampak positif inflasi sering terjadi, dalam jangka panjang akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat tetap stabil, standar hidup lebih baik; lebih sejahtera. Bagi dunia usaha perdagangan, laporan keuangan perusahaan bernilai positif. Sementara, neraca keuangan negara tetap stabil.
Sebaliknya, jika dampak dari inflasi itu parah dimana pada saat itu terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), dapat menurunkan perekonomian masyarakat yang secara luas menjadi penyebab lesunya pertumbuhan ekonomi negara. Ditambah dengan kenaikan BBM, menjadikan harga-harga barang meningkat, daya beli masyarakat menurun, uang pensiun tidak cukup lagi, dunia usaha lesu karena bahan baku dan biaya produksi melonjak naik, banyak PHK, pengangguran dimana-mana, dan semua orang terutama orang miskin bertambah miskin.
Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga, menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri, karyawan perusahaan swasta, serta buruh semakin bergairah dalam bekerja dan melakukan investasi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Inflasi yang stabil membuat perencaan keuangan masyarakat lebih baik, daya beli menjangkau, kebutuhan hidup terpenuhi, investasi lancar karena penanaman modal tidak bersifat spekulatif, kredit tidak macet. Jika dampak positif inflasi sering terjadi, dalam jangka panjang akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat tetap stabil, standar hidup lebih baik; lebih sejahtera. Bagi dunia usaha perdagangan, laporan keuangan perusahaan bernilai positif. Sementara, neraca keuangan negara tetap stabil.
Sebaliknya, jika dampak dari inflasi itu parah dimana pada saat itu terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), dapat menurunkan perekonomian masyarakat yang secara luas menjadi penyebab lesunya pertumbuhan ekonomi negara. Ditambah dengan kenaikan BBM, menjadikan harga-harga barang meningkat, daya beli masyarakat menurun, uang pensiun tidak cukup lagi, dunia usaha lesu karena bahan baku dan biaya produksi melonjak naik, banyak PHK, pengangguran dimana-mana, dan semua orang terutama orang miskin bertambah miskin.
Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga, menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Penyebab Terjadinya Inflasi di Indonesia
Seperti kita ketahui,
pengertian inflasi
adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kemudian, apa penyebab inflasi?
Faktor penyebab terjadinya inflasi adalah besarnya permintaan terhadap barang
(berlebihnya likuiditas/uang sebagai alat tukar). Sementara, produksi serta
distribusinya kurang.
Tingkat inflasi di Indonesia selama 10 tahun terakhir rata-rata 7,98%. Penyebab inflasi di Indonesia, contohnya turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar (USD), naikknya harga BBM, aksi spekulasi di sektor industri keuangan dan investasi, serta dampak dan pengaruh kebijakan moneter negara besar seperti Amerika Serikat. Selama ini, tinggi rendahnya inflasi memang bergantung pada kemampuan bank sentral dalam mengatasi tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia.
Teori inflasi menyebutkan, besarnya permintaan dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter pemerintah. Sedangkan ketidaklancaran distribusi dan macetnya produksi dapat dipengaruhi oleh kebijakan fiskal pemerintah, contohnya naiknya pungutan pajak (insentif/disinsentif) serta perubahan kebijakan pembangunan infrastruktur. Dampaknya, akan menjadi tekanan terhadap dunia usaha.
Tekanan ini bisa menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Meningkatnya biaya produksi juga dapat disebabkan oleh naiknya harga bahan baku serta kenaikan upah buruh dan/ gaji PNS. Hal ini menyebabkan, dunia usaha akan menaikkan harga barang-barangnya.
Pengertian lainnya, komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten disebut inflasi inti, yaitu interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang, dan ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. Sedangkan inflasi non inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya, hal ini dipengaruhi oleh selain faktor fundamental, contohnya: panen dan/gagal panen, gangguan alam, naik turunnya harga komoditas pangan, serta harga yang diatur Pemerintah seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, dan tarif angkutan. Negara memang berhak menaikkan harga-harga ini untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri, tapi penting juga untuk membuat kebijakan dengan melihat tingkat kemampuan rakyatnya yup.
Tingkat inflasi di Indonesia selama 10 tahun terakhir rata-rata 7,98%. Penyebab inflasi di Indonesia, contohnya turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar (USD), naikknya harga BBM, aksi spekulasi di sektor industri keuangan dan investasi, serta dampak dan pengaruh kebijakan moneter negara besar seperti Amerika Serikat. Selama ini, tinggi rendahnya inflasi memang bergantung pada kemampuan bank sentral dalam mengatasi tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia.
Teori inflasi menyebutkan, besarnya permintaan dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter pemerintah. Sedangkan ketidaklancaran distribusi dan macetnya produksi dapat dipengaruhi oleh kebijakan fiskal pemerintah, contohnya naiknya pungutan pajak (insentif/disinsentif) serta perubahan kebijakan pembangunan infrastruktur. Dampaknya, akan menjadi tekanan terhadap dunia usaha.
Tekanan ini bisa menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Meningkatnya biaya produksi juga dapat disebabkan oleh naiknya harga bahan baku serta kenaikan upah buruh dan/ gaji PNS. Hal ini menyebabkan, dunia usaha akan menaikkan harga barang-barangnya.
Pengertian lainnya, komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten disebut inflasi inti, yaitu interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang, dan ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. Sedangkan inflasi non inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya, hal ini dipengaruhi oleh selain faktor fundamental, contohnya: panen dan/gagal panen, gangguan alam, naik turunnya harga komoditas pangan, serta harga yang diatur Pemerintah seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, dan tarif angkutan. Negara memang berhak menaikkan harga-harga ini untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri, tapi penting juga untuk membuat kebijakan dengan melihat tingkat kemampuan rakyatnya yup.
Read more: http://lintasinfo10.blogspot.com/2013/12/penyebab-terjadinya-inflasi-di-indonesia.html#ixzz2z73uoAeT
Sumber bacaan:
Pengertian inflasi.
Penyebab inflasi.
Dampak nagatif inflasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar